Finansial Hari ini Pkl. 06:55 WIB
MedanBisnis –Medan. Pendanaan proyek pembangunan kota baru di 10 propinsi di Indonesia masih mengundang pertanyaan banyak pihak. Pihak DPP REI menyebutkan masih memerlukan waktu dan kajian untuk merumuskan sumber pendanaannya.
Tapi dalam pandangan Ketua Housing and Urban Development (HUD) Institute, Ir Zulfi Syarif Koto, proses pendanaan proyek itu bisa dicarikan solusinya asal semua pihak terkait memiliki komitmen yang kuat. Kata dia, apa yang telah dilakukan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Manoarfa layak diacungi jempol.
"Saya pikir sekarang ini tinggal komitmen kita yang kuat. Langkah Pak Menpera Suharso Manoarfa yang membuka peluang kerja sama pemerintah dan swasta saya pikir cukup baik.
Mekanisme Public Private Partnership (PPP) bisa dipandang menjadi langkah tepat dan cepat dalam mengatasi persoalan pendanaan," ujar mantan Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat periode 2008-2010 ini kepada MedanBisnis, Selasa (21/6).
Kata dia, dengan PPP maka dibuka kemungkinan terjadinya share pendanaan antara pemerintah pusat dan daerah melalui APBN dan APBD, plus keterlibatan swasta asing dan domestik, termasuk peminjaman dana dari sindikasi bank nasional.
Mantan Kepala Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Sumatera Utara periode 1999-2000 ini menyebutkan, keterlibatan asing dalam proyek kota baru dimungkinkan dengan cara loan yang dilakukan pemerintah terhadap pemerintah asing, dan kemudian dana loan itu disalurkan melalui APBN.
"Dan terlebih dahulu Bappenas harus menyiapkan bluebook mengenai penggunaan dana loan itu untuk realisasi proyek kota baru. Dengan demikian alokasi dana untuk proyek ini bisa tepat sasaran," ujarnya.
Karena itu ia sangat tidak setuju kalau mekanisme Public Private Partnership (PPP) itu dianggap sebagai celah masuk pihak asing turut bermain dalam proyek visioner tersebut. Kata dia, yang paling prinsip adalah realisasi proyek itu adalah demi pengadaan rumah yang baik bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Sikap Zulfi itu sebagai tanggapan atas kritik yang disampaikan peneliti tatakota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, di media massa terbitan Jakarta yang menilai pembangunan kota-kota baru pada dasarnya adalah investasi infrastruktur publik, sehingga tidak pantas jika dibangun dengan menggunakan dana asing.
Dalam pemikiran Zulfi Syarif Koto, sikap Jehansyah itu justru tidak tepat. Sebab yang paling penting, adalah bagaimana setiap sen dana bisa digunakan tepat sasaran dalam proyek itu.
"Karena itu, mau dana loan atau dana dari manapun, ya tidak ada persoalan. Yang namanya uang kan tidak mengenal kewarnegaraan. Jadi, buat apa kita bersikap nasionalisme sempit dengan cara menggulirkan isu menolak dana asing," ujar Zulfi.
Pemerintah daerah dan pusat juga diharapkan bisa mengatasi rent sekker yang bisa membuat biaya tinggi dalam proyek tersebut. Ia menilai penggunaan setiap dana dengan visi effective cost housing akan memungkinkan dana proyek itu tidak sia-sia sama sekali.
Ini Ia nilai jauh lebih bermanfaat ketimbang pengelola proyek kota baru lebih suka menggunakan visi low cost housing yang cenderung dianggap remeh dan murahan karena hanya bermentalkan prinsip pembangunan rumah bermodal murah.
"Jadi, agar proyek ini bisa direalisasikan, walau dengan menggunakan dana pinjaman pihak asing sekalipun, patut dicatat agar persoalan rent seeker bisa diatasi, plus penggunaan dana yang effective cost housing sangat baik untuk proses pembangunan dan penjualan setiap rumah yang dibangun di setiap kota baru yang ada. Sebab kalau low cost housing kan cenderung dianggap tidak dipandang sama sekali," tegasnya.
Sebelumnya, Zulfi Syarif Koto sudah mengusulkan agar dalam rangka mewujudkan pembangunan 10 kota baru, diberikan insentif bunga kepada pengembang. (hendrik hutabarat)
"Saya pikir sekarang ini tinggal komitmen kita yang kuat. Langkah Pak Menpera Suharso Manoarfa yang membuka peluang kerja sama pemerintah dan swasta saya pikir cukup baik.
Mekanisme Public Private Partnership (PPP) bisa dipandang menjadi langkah tepat dan cepat dalam mengatasi persoalan pendanaan," ujar mantan Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat periode 2008-2010 ini kepada MedanBisnis, Selasa (21/6).
Kata dia, dengan PPP maka dibuka kemungkinan terjadinya share pendanaan antara pemerintah pusat dan daerah melalui APBN dan APBD, plus keterlibatan swasta asing dan domestik, termasuk peminjaman dana dari sindikasi bank nasional.
Mantan Kepala Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Sumatera Utara periode 1999-2000 ini menyebutkan, keterlibatan asing dalam proyek kota baru dimungkinkan dengan cara loan yang dilakukan pemerintah terhadap pemerintah asing, dan kemudian dana loan itu disalurkan melalui APBN.
"Dan terlebih dahulu Bappenas harus menyiapkan bluebook mengenai penggunaan dana loan itu untuk realisasi proyek kota baru. Dengan demikian alokasi dana untuk proyek ini bisa tepat sasaran," ujarnya.
Karena itu ia sangat tidak setuju kalau mekanisme Public Private Partnership (PPP) itu dianggap sebagai celah masuk pihak asing turut bermain dalam proyek visioner tersebut. Kata dia, yang paling prinsip adalah realisasi proyek itu adalah demi pengadaan rumah yang baik bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Sikap Zulfi itu sebagai tanggapan atas kritik yang disampaikan peneliti tatakota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, di media massa terbitan Jakarta yang menilai pembangunan kota-kota baru pada dasarnya adalah investasi infrastruktur publik, sehingga tidak pantas jika dibangun dengan menggunakan dana asing.
Dalam pemikiran Zulfi Syarif Koto, sikap Jehansyah itu justru tidak tepat. Sebab yang paling penting, adalah bagaimana setiap sen dana bisa digunakan tepat sasaran dalam proyek itu.
"Karena itu, mau dana loan atau dana dari manapun, ya tidak ada persoalan. Yang namanya uang kan tidak mengenal kewarnegaraan. Jadi, buat apa kita bersikap nasionalisme sempit dengan cara menggulirkan isu menolak dana asing," ujar Zulfi.
Pemerintah daerah dan pusat juga diharapkan bisa mengatasi rent sekker yang bisa membuat biaya tinggi dalam proyek tersebut. Ia menilai penggunaan setiap dana dengan visi effective cost housing akan memungkinkan dana proyek itu tidak sia-sia sama sekali.
Ini Ia nilai jauh lebih bermanfaat ketimbang pengelola proyek kota baru lebih suka menggunakan visi low cost housing yang cenderung dianggap remeh dan murahan karena hanya bermentalkan prinsip pembangunan rumah bermodal murah.
"Jadi, agar proyek ini bisa direalisasikan, walau dengan menggunakan dana pinjaman pihak asing sekalipun, patut dicatat agar persoalan rent seeker bisa diatasi, plus penggunaan dana yang effective cost housing sangat baik untuk proses pembangunan dan penjualan setiap rumah yang dibangun di setiap kota baru yang ada. Sebab kalau low cost housing kan cenderung dianggap tidak dipandang sama sekali," tegasnya.
Sebelumnya, Zulfi Syarif Koto sudah mengusulkan agar dalam rangka mewujudkan pembangunan 10 kota baru, diberikan insentif bunga kepada pengembang. (hendrik hutabarat)
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/06/22/41061/share_apbn-apbd_bisa_danai_proyek_kota_baru/