Senin, 26 September 2011

Property Experts Ask for Concrete Measures Supporting Moratorium Appeal

By Annisa Margrit

Thursday, 08 09 2011

JAKARTA (IFT) – Property observers said that the the National Development Planning Agency's appeal for temporary stoppage of mall and apartment development in Jakarta should be heeded. However, the appeal must be followed by concrete measures from the DKI Jakarta Provincial Government.
.
“The appeal is a good measure. However, appeals on mall and apartment moratoriums are not enough since it needs concrete measures, especially from the regional government,” said Jehansyah Siregar, property and settlement observer from the Institut Teknologi Bandung.
Max Hasudungan Pohan, Deputy of the Regional Development and Regional Autonomy of the National Development Planning Agency, asked for the temporary stoppage of mall and apartment construction in Jakarta to slow down rapid urbanization. According to Max, the moratorium can be done by not granting new licenses for new shopping center developments in Jakarta. According to him, the development which  centers in Jakarta has caused the rise of commuters who work in Jakarta but do not live there, thereby causing heavy traffic in the country’s capital.
.
“DKI Jakarta's regional government is expected to temporarily stop development of malls and apartments within three to five years, to plan infrastructure,” he said.  He also said that the government should encourage foreign investments in infrastructure outside Jakarta and Java. "It will reduce the rate of urbanization. Political will must be exercised in developing regions, meanwhile, the central government must act to boost development in other areas,”  Max said.
.
According to Jehansyah, the DKI Jakarta regional government should respond by managing the region. “The regional government should provide land and decide on the master plan for the development of that region,” he said. The Senayan area could be set as an example of development. “There are shopping centers, office buildings, residential areas and green open spaces which are all integrated,” he said. The agency’s appeal should be used to reevaluate and reorganize the overall master plan of Jakarta, Jehansyah said.
.
Furthermore, he requested for the moratorium not to be hurried since it could directly affect the property industry. “If it is rushed, it might hamper the economy in general. So, it needs to be implemented wisely,” he added. Last month, the DKI Jakarta regional government temporarily stopped the granting of licenses to new shopping center developments of more than 5,000 square meters until 2012. Fauzi Bowo, Governor of DKI Jakarta, said that the moratorium will be reassessed. (*)

http://en.indonesiafinancetoday.com/read/10340/contact

Senin, 19 September 2011

Lippo siap garap 4 kota baru di KTI




Pengembangan proyek butuh lahan minimal 100 hektare per wilayah
OLEH ANUGERAH PERKASA
SITI NURAISYAH DEWI
Bisnis Indonesia
JAKARTA Grup Lippo menyiapkan Rp5 triliun untuk proyek pembangunan kota baru pada empat kota di kawasan timur Indonesia yang akan digarap mulai 2012.
CEO Grup Lippo James Riady mengatakan pihaknya mempersiapkan Rp5 triliun untuk pembangunan kota baru ataupun infrastruktur perkotaan di Makassar, Manado, Kupang, dan Ambon.
"Ada empat township [kota terpadu) yang akan dikembangkan oleh Grup Lippo di kawasan timur Indonesia [KT1|. Kami menyiapkan dana sekitar RpS triliun dan rencananya semuanya akan dimulai pada tahun depan," ujarnya Rabu.
Dia mengungkapkan sangat sedikit lahan di Indonesia yang memiliki infrastruktur baik, bahkan negara ini dianggap memiliki lahan yang minim. Oleh karenaitu, tegas James, Grup Lippo akan terus mengembangkan kota baru ataupun perkotaan sebagai salah satu bentuk investasi infrastruktur.
Menurut dia, Lippo tidak hanya mengembangkan infrastruktur keras, tetapi juga infrastruktur lunak, termasuk fasilitas umum dan pengelolaannya. James menegaskan jika satu kawasan memiliki infrastruktur bagus, akan menarik investasi dari beragam pemodal.
"Walaupun kami melihat [kondisi) yang sedang terjadi di Ambon, justru menunjukkan kota tersebut membutuhkan investasi. Pemerintah juga harus lebih cepat mendorong MP3EI [Mas-teplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia) karena pembangunan ekonomi minim dan infrastruktur di sana kurang. Hal ini menyebabkan inflasi tinggi karena ketidaklancaran logistik."
Oleh karena itu, papar James, perkotaan baru yang akan dibangun grup perusahaannya diharapkan mampu meningkalkan daya saing seiring dengan diba-ngunnya satu infrastruktur kawasan.
Dia mengungkapkan pihaknya akan mengembangkan tiap-tiap wilayah itu di atas lahan minimal seluas 100 hektare.
Grup lippo telah mengembangkan kawasan terpadu dalam skala besar di Jakarta dan Surabaya. Di Jakarta Barat, PT Lippo Karawaci Tbk mengembangkan The St. Moritz Pen-thouses Residences yang merupakan kawasan hunian dan bisnismiliki 11 fasilitas dunia di dalam satu lokasi.
Kepala Riset
Jonas Lang LaSalle Indonesia Anton Sitorus mengatakan potensi pegembangan kota baru mandiri sangat besar meskipun pengembang harus mengeluarkan investasi lebih besar dibandingkan dengan membangun perumahan biasa.
Lebih menarik
Menurut dia, kota baru mandiri memiliki daya tarik lebih tinggi dibandingkan dengan perumahanbiasa dan potensi kenaikan harganya juga lebih tinggi.
"Saat ini pengembangan kota mandiri mulai dikembangkan di Jabodetabek, Surabaya, dan Medan. Kemacetan di kota besar yang semakin parah membuat masyarakat membutuhkan sebuah kota yang dapat menampung aktivitas penghuninya," tutur Anton, baru-baru ini.
Dia menjelaskan semakin lama masyarakat membutuhkan tempat tinggal, hiburan, pendidikan, kesehatan, dan tempat kerja dalam satu kawasan sehingga dapat menghemat waktu.
Oleh karena itu, lanjutnya, proyek kota baru mandiri memiliki potensi besar untuk di kembangkan pada masa mendatang, sekaligus menciptakan peluang pasar bagi perusahaan properti skala menengah.
"Pembangunan kota mandiri saat ini masih didominasi oleh perusahaan emiten di bidang properti, tetapi juga menciptakan pasar tersendiri bagi perusahaan properti dalam skala menengah. Di mana ada permukiman skala besar, akan ada pembangunan perumahan kecil di sekitarnya."
Anton menuturkan masalah yang perlu diperhatikan adalahpembangunan infrastruktur, terutama akses jalan yang dibangun ke kawasan ini. Oleh karena itu, tegasnya, pemerintah harus bisa mengatur dan mengawasi masalah itu terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur.
Namun, menurut Anggota Visi Indonesia 2033 Jehansyah Siregar, menegaskan pembangunan kota baru mandiri sebaiknya tidak diserahkan sepenuhnya kepada pengembang ataupun pihak swasta karena merupakan tanggung jawab pemerintah.
.
Menurut dia, pengembang seharusnya hanya dilibatkan sebagai pendukung pengembangan kota baru mandiri, sedangkan yang melakukan aksi langsung di lapangan adalah pemerintah.
"Seharusnya pemerintah yang membangun prasarana, sarana, dan utilitas. Pemerintah juga menentukan luasan dan membuat master plan [rencana induk] kota baru mandiri serta menentukan mana untuk pengembang kelas atas, kelas menengah, dan bawah. Kebutuhan luasan kota baru mandiri berbeda pada tiap-tiap daerah," ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini. (junaidi HALIK) (anugerah.perkasa)

http://www.bataviase.co.id/node/802443

Arrange Jabodetabek Megaurban Area to be More Humane

13 September 2011
Source : Investor Daily
Keyword : Infrastructure Policy

JAKARTA - Indonesian Vision 2033 (Visi Indonesia 2033) Team has urged the government to arrange the Greater Jakarta (Jabodetabek) megaurban area to become a more humane city in providing service to its citizens. A similar matter must also be implemented in other major cities in Java Island, including Bandung.
The recommendation was brought forth in relation to the mounting accident figure during the homecoming period of the 1432 H Eid (Lebaran) season in a discussion themed, ‘Mass Death rite of Homecoming Travellers who have Become the Victims of Development Paradigm and the Requirement to Arrange Indonesia’ in Warung Daun, Cikini, Central Jakarta, on Sunday (11 September).
The discussion presented Visi 2033 Team, which consists of Andrinof A Chaniago and Jehansyah Siregar, as well as the Chairperson of Study Agency of Association of Indonesian Army Retirees (PPAD), Lieutenant General (Ret) Kiki Syahnakri.
During this year’s Lebaran, homecoming (mudik) travellers on motorcycles dominate the accident figure with 4,071 cases. This figure is much higher compared to last year’s 1,616 cases. Police HQ recorded that the accident figure reached 4,071 cases with 682 dead.
Visi Indonesia 2033 Team said that the basic factor causing the mass accidents during the homecoming season is the glaring imbalance of regional attraction between Jakarta and its surroundings (Jabodetabek) and the other regions in both Java and outside Java.
“The imbalance causes the tendency of population shift toward higher urbanisation level, namely, Jabodetabek area,” Andrinof A Chaniago, the team coordinator, said.
“The lack of attention to development in villages makes people migrate to cities. We must build new cities with adequate standards for public interests instead of business interests,” Andrinof said.
Therefore, the team suggested that the central government accelerate development in villages in both Java and outside Java, particularly by reviving the non-agricultural sector and post-harvest economy.
Homecoming ManagementMeanwhile, Jehansyah added that, mass homecoming activity in every Lebaran is inevitable since it is part of human rights to go back home to where they have come from.
“It ends up causing a major problem after the government fails to perform an adequate and humane transportation management,” Jehansyah, who is also an expert of urban planning from ITB, said.
According to Jehansyah, there are many motorcycles involved in the homecoming activities since they have difficulties in obtaining public transportation facilities for themselves and their motorcycles.
Previously, observer of transportation affairs, Darmaningtyas, stated that high accident rate during the homecoming period is caused by the high number of motorcycles used and road infrastructures that are far from perfect.
According to her, this proves that the government has failed to manage homecoming transportation; it has been proved that many regular economy-class buses were, in fact, lacking passenger. “If only my suggestion to Commission V of the House of Representatives that the government should provide subsidy for Lebaran transport was taken, probably, the casualties could have been suppressed,” said Tyas, who is also the executive director of the Institute of Transportation Studies (Instran). (ban)

http://emu.co.id/news_daily_detail.php?id=1530

Senin, 12 September 2011

Pengembangan kota mandiri tanggung jawab pemerintah

Oleh Aprika Rani Hernanda
Minggu, 11 September 2011 | 16:41 WIB

JAKARTA: Praktisi dan pemerhati perumahan menilai pembangunan kota baru mandiri tidak diserahkan sepenuhnya kepada pengembang atau pihak swasta, melainkan merupakan tanggung jawab pemerintah.

Anggota Visi Indonesia 2033 Jehansyah Siregar mengatakan pengembang seharusnya hanya dilibatkan sebagai pendukung pengembangan kota baru mandiri tersebut, pemerintah lah yang melakukan aksi langsung di lapangan.

"Pemerintah seharusnya yang melakukan pembangaunan prasarana, sarana dan utilitas. Pemerintah juga menentukan luasan dan membuat masterplan kota baru mandiri itu serta menentukan mana untuk pengembang kelas atas, kelas menengah dan kelas menengah bawah. Kebutuhan luasan kota baru mandiri berbeda pada masing-masing daerah," tutur Jehansyah saat dihubungi Bisnis hari ini.

Jehansyah menjelaskan setidaknya ada 3 akibat apabila pengembangan kota baru mandiri diserahkan kepada pemerintah. Pertama, pembangunan kota baru mandiri yang berkeadilan bagi semua golongan masyarakat.

Menurutnya pemerintah sebagai pemimpin pengadaan kota baru mandiri bisa mendapatkan tanah seperti dari hak pengelolaan hutan (HPL) secara gratis.

Kedua, sambungnya, kota baru mandiri tersebut memiliki ruang terbuka hijau secara memadai sebesar 50%. Jika swasta yang diberikan tanggung jawab, maka ruang terbuka hijau tergantikan untuk toko komersial.

“Pengembang swasta lebih mengutamakan keuntungan, kurang peduli dengan pembangunan yang ramah pada lingkungan,” imbuhnya.

Dia menambahkan akibat ketiga yakni adanya kelengkapan fasilitas dan sarana seperti jalan, sekolah, rumah sakit, pasar yang terintegrasi dalam kota baru tersebut. Jika dipegang oleh yang lain, masing-masing unit pemerintah mempunyai mitra tertentu.

Menurut Jehansyah pemerintah dapat menyerahkan tanggung jawab public developer tersebut ke Perum Perumnas dengan merevitalisasi menjadi national housing and urban development corporation.

Dalam pembuatan masterplan kota baru, Perumnas nantinya berkonsultasi dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan masing-masing pemerintah daerah. (arh)

http://www.bisnis.com/articles/pengembangan-kota-mandiri-tanggung-jawab-pemerintah


Asosiasi Pengembang Siap Luncurkan Tiga Kota Mandiri di Jawa dan Sulawesi

Thursday, 25 08 2011
By Muhammad Rinaldi

JAKARTA (IFT) – Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia segera meluncurkan tiga kota mandiri pertama, dari rencana 10 kota mandiri baru yang akan dikembangkan asosiasi ini di sejumlah daerah. Tiga kota mandiri tahap pertama akan diluncurkan pada September 2011 berlokasi di Maja (Banten), Gresik Selatan (Jawa Timur), dan Mamminasata (Sulawesi Selatan).

Setyo Maharso, Ketua Umum Real Estat Indonesia, menjelaskan saat ini persiapan desain pengembangan ketiga kota mandiri itu sudah selesai dan siap diluncurkan bulan depan.
Menurut dia, kota-kota mandiri itu memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Kota Maja, yang terletak sekira 100 kilometer dari Jakarta, mempunyai luas 12 ribu hektare. Mamminasata, yang merupakan kependekan dari Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar akan memiliki luas 13 ribu hektare. Sedangkan kota mandiri di Gresik Selatan akan memiliki luas 10 ribu hektare.

Sedangkan tujuh kota mandiri lain yang sedang disiapkan desainnya berlokasi di Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Banten-DKI Jakarta. “Semua lahan untuk kota-kota mandiri itu berasal dari pengembang. Sedangkan prasana, sarana, dan utilitasnya mayoritas difasilitasi pemerintah,” katanya.

Setyo menyatakan proyek kota mandiri ini terbuka bagi pengembang manapun. Untuk Kota Maja, konsorsiumnya adalah Banten International City.

Eddy Hussy, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia, menyatakan kota mandiri haruslah memiliki basis ekonomi. “Yang dimaksud dengan berbasis ekonomi, yaitu kota tersebut menjadi tempat tinggal dan tempat bekerja penghuninya. Ada faktor penggerak ekonominya. Dengan begitu, kota tersebut bisa berkembang dan menopang kehidupan penghuninya. Tidak seperti kota mandiri yang sudah ada saat ini,” ujarnya.

Dengan adanya basis ekonomi diharapkan kota-kota mandiri itu tidak akan menjadi beban bagi kota besar di sekitarnya. Eddy menambahkan pengembangan kota mandiri ini memerlukan komitmen serius dari pemerintah, begitu juga bantuan infrastruktur dan perizinan.

Real Estat telah melakukan kesepakatan dengan Kementerian Perumahan Rakyat  dalam mewujudkan proyek yang diperkirakan berlangsung lebih dari 10 tahun ini. Nanti kontribusi yang dapat diberikan pemerintah berupa kemudahan perizinan, aturan mengenai rencana tata ruang wilayah, masterplan pengembangan kota, dan penyediaan infrastruktur. Nantinya, menurut Setyo, pengembang akan membangun 10 kota mandiri tersebut berdasarkan rencana tata ruang wilayah dan masterplan pengembangan kota.

“Pengembangan kota-kota mandiri ini bertujuan untuk pemerataan pembangunan ke daerah dan mengurangi beban kota-kota besar,” kata Setyo.

Kementerian Perumahan Rakyat dan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional melakukan kerja sama pemetaan pembangunan kota mandiri baru di seluruh Indonesia. Dengan kerja sama itu, kedua instansi ini akan melakukan pemetaan lokasi 20 kota baru yang akan dibangun tersebar di seluruh Indonesia.

“Pembangunan kota-kota baru ini merupakan salah satu upaya Kementerian Perumahan Rakyat dalam mengantisipasi semakin padatnya penduduk kota-kota besar,” kata Iskandar Saleh, Sekretaris Kementerian Perumahan Rakyat.

Dia mengatakan informasi geospasial yang dimiliki oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional akan membantu Kementerian Perumahan Rakyat dalam memetakan pembangunan perumahan dan permukiman. Saat ini akses terhadap informasi tersebut hanya dimiliki oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Pemetaan juga diperlukan untuk mengetahui dengan pasti kondisi lokasi permukiman yang akan dibangun.

Dalam pandangan pengamat, prakarsa pembangunan kota-kota mandiri baru yang dilakukan pemerintah bekerja sama dengan pengembang dianggap keliru. Jehansyah Siregar, pengamat permukiman dan perkotaan dari Institut Teknologi Bandung, mengatakan dengan menggandeng pengembang, pemerintah justru semakin melanggengkan pola pembangunan kota-kota sebelumnya yang semrawut.

Menurut dia, penataan kota-kota yang buruk selama ini disebabkan kapasitas manajemen kota mayoritas developer di Indonesia lemah dan adanya pembiaran oleh pemerintah daerah sebagai otoritas pemberi izin dalam pengembangan kawasan permukiman.

“Kalau pengembangan kota-kota baru itu diserahkan juga kepada pengembang, maka kekhilafan itu akan terulang kembali. Itu hanya akan mengulang pola tata ruang yang bersifat sporadis, eksklusif, dan tidak beraturan. Praktik business as usual ini jangan terus diulang, karena hanya menghasilkan ruang-ruang marjinal kota,” ujarnya. (*)
 
Annisa Margrit

http://www.indonesiafinancetoday.com/read/13534/Asosiasi-Pengembang-Siap-Luncurkan-Tiga-Kota-Mandiri-di-Jawa-dan-Sulawesi

Pemerintah Jangan Alpa Rencanakan Penataan Antar Wilayah

Minggu, 11/09/2011 18:43 WIB Febrina Ayu Scottiati - detikNews

Jakarta - Pembangunan desa dan kota yang timpang menyebabkan migrasi besar-besaran dari desa ke kota, yang menyebabkan kota berada di titik jenuh. Karena itu pemerintah jangan lupa merencanakan penataan antar wilayah agar tidak ada ketimpangan antar kawasan desa dan kota.

“Menata kota-kota dan wilayah maupun kawasan-kawasan pedesaan menjadi perhatian penting karena ini modal penting dalam pembangunan Indonesia secara berkeadilan. Ketimpangan antar kawasan, ada masalah besar dalam menata wilayah,” kata pakar tata kota ITB Jehansyah Siregar.

Jehansyah mencontohkan bidang transportasi, yang bertolak dari tiga hal pokok yaitu perencanaan, infrastruktur, dan manajemen lalu lintas. Namun, pemerintah dinilai lebih fokus pada hal-hal teknis seperti manajemen lalu lintas dan infrastruktur saja dan lupa pada perencanaan

Hal itu disampaikan Jehansyah dalam dialog yang diadakan oleh Tim Visi Indonesia 2033 yang bertajuk `Korban Mudik Lebaran Sebagai Tumbal Paradigma Lama Dalam Pembangunan`, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (11/9/2011). Hadir dalam acara, Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD), Letjen (Purn) Kiki Syahnakri dan pakar Tata Kota ITB, Jehansyah Siregar.

Menurutnya, kota yang memiliki penduduk di atas 1 juta jiwa sudah harus mempunyai jaringan transportasi yang baik. Namun hal itu tidak terjadi di Jakarta.

“Pemerintah juga tidak menguatkan kapasitas pengembang publik. Kecenderungan proyek yang sifatnya tahunan bukan terencana hingga jangka panjang. Ini kecenderungan yg perlu diantisipasi. Ke depannya pembangunan perlu mendapat perhatian lebih,” ujarnya.

Sementara mantan Wakil KSAD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan terkait pembangunan yang tidak merata menjadi salah satu pemicu diseruduknya kota besar oleh pendatang saat mudik, yang efeknya bisa memakan banyak korban jiwa.

Angka korban kecelakaan saat Lebaran, lanjut Kiki, sebanding dengan korban perang Libya. Menurut data NTMC ada 633 korban yang meninggal sementara data Kemenhub angkanya beda, lebih dari 700 jiwa.

“Bayangkan selama 10 hari ada 700 orang yang meninggal sementara perang Libya selama 4 bulan ada 10 ribu yang tewas. Ini akibat pemerintah lalai mengembangkan mass transportation. Padahal dengan berkembangnya alat transportasi massal seperti MRT, kereta antarkota. Itu ujungnya pasti akan terjadi efisiensi energi. Kalau dilakukan tak perlu ada lagi korban mudik akibat pembangunan yang tidak merata,” tutur Kiki.

(feb/nwk)

http://www.detiknews.com/read/2011/09/11/184315/1719853/10/pemerintah-jangan-alpa-rencanakan-penataan-antar-wilayah?n991103605

Sabtu, 10 September 2011

DKI Jakarta Nyaris Kelebihan Penduduk

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat wilayah Ibu Kota saat ini dihuni oleh sekitar 9,6 juta jiwa pada malam hari. Jumlahnya membengkak menjadi 12 juta jiwa pada siang hari karena ada tambahan komuter. "Daya tampung penduduk Jakarta sudah overload," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta Purba Hutapea saat dihubungi kemarin.

Purba mengatakan Jakarta hanya sanggup menampung 12,5 juta jiwa sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 2011-2030. "Itu kalkulasi sampai 2030. Bayangkan kalau sekarang saja sudah 12 juta jiwa," ujarnya.

Purba mencatat angka urbanisasi masih cukup tinggi meski trennya terus turun. Pada 2010, sebanyak 59.215 pendatang baru menyesaki Jakarta pasca-Lebaran--turun dari tahun sebelumnya yang 69.554 jiwa. Pada 2008, jumlah pendatang baru tercatat mencapai 88.473 jiwa. Tahun ini diperkirakan jumlahnya sekitar 50 ribu jiwa.

Sebanyak 60 persen pendatang itu, kata dia, berasal dari semua provinsi di Pulau Jawa, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sisanya datang dari wilayah Indonesia lainnya.

Untuk mencegah pendatang baru membanjiri Jakarta, pihaknya akan menggelar tiga kali Operasi Yustisi Kependudukan, yakni pada 22 September, 13 Oktober, dan 3 November 2011. Sasarannya adalah kawasan indekos, permukiman padat, dan apartemen.

Menurut pengamat perkotaan Muhammad Jehansyah, harus ada sinergi antarwilayah untuk mengatasi lonjakan jumlah penduduk Jakarta karena Ibu Kota tak bisa lepas dari daerah di sekitarnya, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Dia menilai pembatasan penduduk bukan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Yang lebih tepat adalah meningkatkan kapasitas pengelolaan manajemen perkotaan. Koordinasi antardaerah juga harus dikuatkan. "Bila perlu buat tim khusus yang berada di bawah langsung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional," kata pengajar di Institut Teknologi Bandung itu.

Kebijakan yang dilahirkan oleh DKI Jakarta dan daerah di sekitarnya, kata dia, juga sering saling berseberangan, seperti pembatasan truk masuk tol dalam kota Jakarta, yang diprotes Kota Tangerang Selatan.

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menilai sulit mengendalikan lonjakan jumlah penduduk Jakarta karena masalah penduduk bukan sekadar pertambahan. "Tetapi ada soal kemiskinan yang menjadi akar munculnya urbanisasi," ujar Yayat.

Untuk mengatasinya, kata Yayat, pembangunan harus merata di seluruh Indonesia. "Dorong pemerintah daerah untuk mengurus penduduknya. Buka lapangan kerja agar penduduknya tidak lari ke Jakarta."


 

http://www.bataviase.co.id/node/795159

http://www.ceritamu.com/forum/DKI-Jakarta-Nyaris-Kelebihan-Penduduk-m20223.aspx

Kamis, 08 September 2011

Himbauan Moratorium Mal dan Apartemen Harus Diikuti Langkah Konkret

8 September 2011

Pengamat properti menilai  himbauan penghentian sementara pembangunan mal dan apartemen Jakarta oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional  sebagai langkah yang perlu diapresiasi. Namun, himbauan tersebut harus ditindaklanjuti dengan langkah konkret oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Himbauan tersebut merupakan langkah bagus. Tapi, sekadar himbuan untuk moratorium mal dan apartemen saja tidak cukup karena memerlukan langkah konkret, terutama dari pemerintah daerah,” tutur  Jehansyah Siregar, pengamat properti dan pemukiman dari Institut Teknologi Bandung , di Jakarta, Rabu.
.
Max Hasudungan Pohan, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kemarin meminta adanya penghentian sementara atau moratorium terhadap pembangunan mal dan apartemen di Jakarta sebagai cara untuk mengurangi daya tarik Jakarta sehingga tidak lagi menjadi target urbanisasi.
.
Menurut Max, moratotium  tersebut dilakukan dengan kebijakan tidak memberi izin baru bagi pembangunan pusat perbelanjaan baru di kawasan Jakarta. Menurutnya, pembangunan yang berpusat di Jakarta mendorong munculnya “kalangan pelaju” yaitu orang-orang yang bekerja di Jakarta tapi tidak tinggal di wilayah sekitar Jakarta. Konimitas yang banyak menggunakan kendaraan bermotor ini memicu kemacetan parah di Ibu Kota.
.
“Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan bisa melakukan jeda pembangunan 3-5 tahun pembangunan mal dan apartemen untuk lebih membenahi infrastruktur. Sehingga paling tidak daya tarik Jakarta itu harus dihentikan sementara,” katanya.
.
Selain itu, kata Max, pemerintah juga harus mendorong investor swasta untuk meningkatkan infrastruktur di daerah. Menurut dia, dlam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, rencana pembangunan jangka panjang telah digariskan akan difokuskan pengembangan daerah-daerah lain di luar Jawa. “Jadi otomatis yang menekan urbanisasi sekarang tidak ada, memerlukan waktu. Jadi yang bisa dikejar adalah kemauan politik bagaimana membangun daerah, yang pusat juga harus ada kemauan besar untuk mendorong pembangunan di daerah lain” ungkapnya.
.
Menurut Jehansyah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus merespons dengan segera melakukan pengambilalihan kawasan. “Pengambilalihan kawasan bukan berarti pemerintah provinsi menguasai semua lahan, tapi menyediakan lahan dan menentukan masterplan pengembangan kawasan tersebut,” terangnya.
Daerah Senayan, kata Jehansyah, bisa dijadikan contoh pengambilalihan dan pengembangan kawasan. “Ada lokasi perbelanjaan, perkantoran, perumahan, ruang terbuka hijau, yang semuanya terpadu,” jelasnya.
.
Menurut Jehansyah, himbauan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional harus digunakan sebagai momen untuk mengevaluasi dan mengatur kembali masterplan Jakarta secara keseluruhan. “Jangan seperti sekarang, pembangunan superblok yang terpencar-pencar dan terpisah, tidak terpadu. Di antara superblok-superblok itu ada kantong-kantong kawasan masyarakat yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Bayangkan kalau semua kawasan itu, superblok dan kantong-kantong pemukiman di antaranya, bisa dipadukan,” tuturnya.
.
Namun, dia meminta agar moratorium tersebut tidak dilakukan tergesa-sesa karena moratorium tersebut  bisa langsung berimbas pada industri properti. “ Ujung-ujungnya akan menghambat perekonomian secara umum. Jadi, perlu direspon dengan bijak,” tambahnya.
.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bulan lalu telah menghentikan sementara pemberian izin pembangunan pusat perbelanjaan baru dengan luas bangunan di atas 5.000 meter persegi hingga 2012. Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakankebijakan moratorium itu selanjutnya akan dikaji kembali. Penghentian izin pembangunan mall tidak akan diberlakukan kepada pengembang yang sudah mengantongi izin.

IFT online

Berharap efisiensi dari kawasan terpadu


.
OLEH SITI NURAISYAH DEWI
Wartawan Bisnis Indonesia
.
Kawasan terpadu akan menjadi tren pembangunan bagi para pengembang di Ibu Kota mengingat semakin macetnya Jakarta yang menyebabkan super-blok memiliki permintaan pasar yang semakin tinggi.
Konsultan properti Panangian Simanungkalit mengatakan persaingan pembangunan superblok akan terus terjadi pada masa yang akan datang.
.
Hal itu karena investasi properti yang semakin meningkat dan minimnya infrastruktur membual orang ingin beraktivitas di dalam satu kawasan saja. Selain itu. adanya tren global di kalangan masyarakat urban di kota besar.
.
"Indonesia sudah diterjang gaya hidup global. Di Tangerang dan Serpong misalnya, sudah ada superblok karena poinnya adalah menginginkan efisiensi." kata Panangian, baru-baru ini. Agus Wirajaya, Chief Marketing Officer PT Jakarta Really, mengatakan ke depan, orang akan semakinmembutuhkan superblok karena memberikan beberapa kemudahan bagi penghuninya dari yang selama ini menjadi komuter.
.
Sementara itu. M. Crahandaka, analis dari Vibiz Research Center, mengatakan maraknya pembangunan kawasan terpadu memiliki sejumlah keuntungan yakni efisiensi, one stop liling, dan mengurangi kemacetan.
Untuk efisiensi, paparnya, pola penduduk perkotaan yang berkembang saat ini membuat semakin banyak pula kaum komuter. Ini tentu karena keterbatasan lahan untuk pembangunan tempat tinggal.
.
Hal itu pula yang menyebabkan mereka banyak yang bertempat tinggal di luar Jakarta, tetapi bekerja di Ibu Kota.
.
"Inilah vang ingin diambil oleh pengembang dengan memberikan solusi baru dajam hal efisiensi waktu, biaya, dan jarak melalui pengembangan kawasan dengan konsep superblok. Ternyata hal itu banyak menarik perhatian masyarakat," tutur Crahandaka seperti dikutip dalam situs Vibiz.
.
Namun, menurut dia, sejumlahaspek yang perlu diperhatikan dari pengembangan superblok di antaranya identitas yakni lebih menekankan pada penciptaan suatu identitas atau konsep yang berbeda. Dalam hal ini. yang perlu diperhatikan adalah berbagai fungsi dan peruntukan dalam suatu lahan superblok.
.
"Minimal ada dua peruntukan dari superblok yakni hunian dan pusat perbelanjaan. Sirkulasi kendaraan juga menjadi perhatian karena harus dirancang seefisien mungkin," ujar Crahandaka. Selain itu. superblok juga seharusnya memperhatikan area untuk pedestrian, di mana integrasi dari satu bangunan ke bangunan lain harus dibangun dengan unsur kenyamanan.
.
Harus dibatasi
.
Menurut Peneliti tata kota dari Institut Teknologi Bandung Jehansyah Siregar, untuk mengatasi kemacetan lalu lintas tidak bisa hanya dengan mereformasi sistem transportasi angkutan umum, tetapi juga pembatasan pembangunan superblok yang saat ini sudah semakin marak, seperti di kawasan
Sudirman dan Mega Kuningan, Jakarta.
.
"Keberadaan superblok itu justru penyumbang besar kemacetan di Jakarta. Coba hitung berapa jumlah karyawan yang bekerja pada dua kawasan itu, mereka pada umumnya menggunakan sepeda motor dan mobil pribadi karena jarak tempuh bangunan yang cukup jauh satu dengan yang lain." tutur Jehansyah.
.
Dia mengungkapkan kalangan yang mampu tinggal di kawasan superblok hanya sedikit jumlahnya, sehingga tidak memberikan kontribusi positif terhadap pengurangan kemacetan. "Jadi, pihak yang mengklaim kawasan superblok dapat mengurangi pergerakan transportasi karena hunian dan tempat kerja berada di satu lokasi, tidak benar," tegasnya.
.
Arsitek Ridwan Kamil mengatakan idealnya kawasan superblok mampu menjadi kawasan yang mandiri, di mana warga kota bisa tinggal, bekerja, dan berekreasi dalam satu lokasi. Jika ini terjadi, ketergantungan warga kota untuk bepergian dengan kendaraan yang boros energi akan berkurang.
.
Menurut dia, untuk kasus Jakarta, idealnya warga kota yang berkantor di Kuningan misalnya, juga tinggal di kawasan yang sama.Dengan konsep itu, kualitas waktu untuk berinteraksi sosial dengan keluarga pun bisa tetap dipertahankan dan waktu bekerja yang produktif bisa jauh lebih tinggi karena lokasi tempat kerja dan tinggal yang berdekatan.
.
Ridwan menjelaskan secara regional, jika konsep superblok yang mandiri ini teraplikasikan dengan baik dan jumlahnya bisa berkembang secara signifikan, permasalahan ketidakefisienan sistem urban bisa dikurangi.
"Apalagi, jika antar-kawasan superblok mandiri ini bisa terkoneksi dengan baik oleh transportasi publik." tuturnya seperti dikutip dalam blog pribadinya, (siti.nuraisyah@bisnis.id)
.
http://www.bataviase.co.id/node/787494

Selasa, 06 September 2011

Asosiasi Pengembang Siap Luncurkan Tiga Kota Mandiri di Jawa dan Sulawesi

Thursday, 25 08 2011
© INDONESIA FINANCE TODAY
By Muhammad Rinaldi

JAKARTA (IFT) – Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia segera meluncurkan tiga kota mandiri pertama, dari rencana 10 kota mandiri baru yang akan dikembangkan asosiasi ini di sejumlah daerah. Tiga kota mandiri tahap pertama akan diluncurkan pada September 2011 berlokasi di Maja (Banten), Gresik Selatan (Jawa Timur), dan Mamminasata (Sulawesi Selatan).

Setyo Maharso, Ketua Umum Real Estat Indonesia, menjelaskan saat ini persiapan desain pengembangan ketiga kota mandiri itu sudah selesai dan siap diluncurkan bulan depan.
Menurut dia, kota-kota mandiri itu memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Kota Maja, yang terletak sekira 100 kilometer dari Jakarta, mempunyai luas 12 ribu hektare. Mamminasata, yang merupakan kependekan dari Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar akan memiliki luas 13 ribu hektare. Sedangkan kota mandiri di Gresik Selatan akan memiliki luas 10 ribu hektare.

Sedangkan tujuh kota mandiri lain yang sedang disiapkan desainnya berlokasi di Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Banten-DKI Jakarta. “Semua lahan untuk kota-kota mandiri itu berasal dari pengembang. Sedangkan prasana, sarana, dan utilitasnya mayoritas difasilitasi pemerintah,” katanya.

Setyo menyatakan proyek kota mandiri ini terbuka bagi pengembang manapun. Untuk Kota Maja, konsorsiumnya adalah Banten International City.

Eddy Hussy, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia, menyatakan kota mandiri haruslah memiliki basis ekonomi. “Yang dimaksud dengan berbasis ekonomi, yaitu kota tersebut menjadi tempat tinggal dan tempat bekerja penghuninya. Ada faktor penggerak ekonominya. Dengan begitu, kota tersebut bisa berkembang dan menopang kehidupan penghuninya. Tidak seperti kota mandiri yang sudah ada saat ini,” ujarnya.

Dengan adanya basis ekonomi diharapkan kota-kota mandiri itu tidak akan menjadi beban bagi kota besar di sekitarnya. Eddy menambahkan pengembangan kota mandiri ini memerlukan komitmen serius dari pemerintah, begitu juga bantuan infrastruktur dan perizinan.

Real Estat telah melakukan kesepakatan dengan Kementerian Perumahan Rakyat  dalam mewujudkan proyek yang diperkirakan berlangsung lebih dari 10 tahun ini. Nanti kontribusi yang dapat diberikan pemerintah berupa kemudahan perizinan, aturan mengenai rencana tata ruang wilayah, masterplan pengembangan kota, dan penyediaan infrastruktur. Nantinya, menurut Setyo, pengembang akan membangun 10 kota mandiri tersebut berdasarkan rencana tata ruang wilayah dan masterplan pengembangan kota.

“Pengembangan kota-kota mandiri ini bertujuan untuk pemerataan pembangunan ke daerah dan mengurangi beban kota-kota besar,” kata Setyo.

Kementerian Perumahan Rakyat dan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional melakukan kerja sama pemetaan pembangunan kota mandiri baru di seluruh Indonesia. Dengan kerja sama itu, kedua instansi ini akan melakukan pemetaan lokasi 20 kota baru yang akan dibangun tersebar di seluruh Indonesia.

“Pembangunan kota-kota baru ini merupakan salah satu upaya Kementerian Perumahan Rakyat dalam mengantisipasi semakin padatnya penduduk kota-kota besar,” kata Iskandar Saleh, Sekretaris Kementerian Perumahan Rakyat.

Dia mengatakan informasi geospasial yang dimiliki oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional akan membantu Kementerian Perumahan Rakyat dalam memetakan pembangunan perumahan dan permukiman. Saat ini akses terhadap informasi tersebut hanya dimiliki oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Pemetaan juga diperlukan untuk mengetahui dengan pasti kondisi lokasi permukiman yang akan dibangun.

Dalam pandangan pengamat, prakarsa pembangunan kota-kota mandiri baru yang dilakukan pemerintah bekerja sama dengan pengembang dianggap keliru. Jehansyah Siregar, pengamat permukiman dan perkotaan dari Institut Teknologi Bandung, mengatakan dengan menggandeng pengembang, pemerintah justru semakin melanggengkan pola pembangunan kota-kota sebelumnya yang semrawut.

Menurut dia, penataan kota-kota yang buruk selama ini disebabkan kapasitas manajemen kota mayoritas developer di Indonesia lemah dan adanya pembiaran oleh pemerintah daerah sebagai otoritas pemberi izin dalam pengembangan kawasan permukiman.

“Kalau pengembangan kota-kota baru itu diserahkan juga kepada pengembang, maka kekhilafan itu akan terulang kembali. Itu hanya akan mengulang pola tata ruang yang bersifat sporadis, eksklusif, dan tidak beraturan. Praktik business as usual ini jangan terus diulang, karena hanya menghasilkan ruang-ruang marjinal kota,” ujarnya. (*)
 
Annisa Margrit
 
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/13534/Asosiasi-Pengembang-Siap-Luncurkan-Tiga-Kota-Mandiri-di-Jawa-dan-Sulawesi