Rabu, 13 Juli 2011

ERP Does Not Deserve To be Applied Yet


JAKARTA: The proposed tariff rates for the pay street or Electronic Road Pricing (ERP) as uttered by Ditlantas (Traffic Directorate) of Polda Metro Jaya (Jakarta Regional Police) and Pemprov DKI Jakarta (Provincial Government of the Special Capital Territory of Jakarta) have been considered premature. In fact, Pemprov DKI should pay more attention to prepare a number of public facilities that can support the successful implementation of ERP.

University of Indonesia expert of public policy Andrinof Chaniago said that it is too early at this time for the people to be asked if they agree or disagree with the proposed ERP tariff. This is because the issue of ERP tariff is not yet appropriate to discuss for the time being. The government should start making proposals or issues regarding the ERP tariff when a host of requirements in the implementation of ERP have been met.

"People today should not be trapped in the issue whether to agree or disagree to the proposed tariff of ERP, which is said to reach Rp 75,000 - Rp 100,000. This is because, the ERP tariff rates do not currently deserve a discussion yet," he told SP, Tuesday (5 July).

This member of Indonesia Vision Team 2033 said that the society should not get trapped into talking about the ERP tariff. This is because, if the people have joined the polemic discussing the ERP tariff rates, it means they have agreed that the ERP policy will be implemented now.

"If the issue of tariffs is also talked about by the people, it means we agree to this policy. In fact, if viewed from the ethics of public policy, this policy has been replicated in the wrong way," he explained.

According to him, in some countries such as Singapore and Sweden, the ERP policy has been carried out after a long process. In the process, other public policies related to the efficiency of the people’s transport have been executed.

"So there are a number of requirements that the government should fulfil beforehand. It takes about 4 years to prepare for the implementation of ERP. The government should not simply impose the ERP without meeting certain requirements beforehand," he said.
He said that the ERP policy can be implemented if the government has provided urban housing facilities such as multi-storey flats or apartments for residents. This is because the urban housing system greatly influences the traffic system.

"In Singapore, before the enactment of ERP, the government first prepared the procurement of cheap apartments," he said. In addition to the procurement of housing facilities, continued Andrinof, the government must also prepare a mass transportation system. The Swedish government carried out the same policies when they wanted to implement the ERP policy.

He asserted that the society must firmly reject the ERP policy in the near future, because it does not fulfil the ethical requirements of public policy. If Pemprov DKI Jakarta insists on imposing the ERP at this time, the public is entitled to file a joint lawsuit (class action) in court.

Vehicle agePemprov DKI Jakarta is requested to first fix the entire public transport before imposing a vehicle age restriction policy. Without the provision of integrated public transport all the policies made will not effectively break down congestion in the Capital City. "There are a lot of things that can be done to address traffic congestion in Jakarta. What is important is the willingness of the government.

Provide a public transport system that is integrated, safe, and comfortable, then other measures such as the restriction on vehicle age and the ERP can follow," said transportation analyst of Bandung Institute of Technology (ITB), Jehansyah Siregar, to SP in Jakarta, Wednesday (6 July).

He explained that the Macro Transportation Pattern (PTM) designed by Pemprov DKI is actually good enough to be applied. All this time, the constraints of implementing PTM rest on a number of central government regulations. It was indeed agreed as one of the 17 measures to overcome congestion in the Capital City that a government regulation (PP) is needed to arrange the plan to limit the age of public transportation vehicles.
Nevertheless, the formulation of the PP must be thorough and capturing the aspirations of all parties. The policy should also consider local capacity as the executor. Moreover, the issue of technical age of vehicles will confront the problem of feasibility of public transport business in the regions. Jehansyah supported the government’s move to limit the maximum age of public transport vehicles to 10 years. However, that policy should not be applied in a hurry before there are public transportation alternatives for residents.

Head of DKI Jakarta Transportation Department Udar Pristono asserted that there should be a restriction on vehicle age of up to 10 years. The restriction could be done if the central government supports it. This policy should not only be in the form of the governor's decree. [Y-6/H-14]


http://www.indii.co.id/news_daily_detail.php?id=904

Sabtu, 02 Juli 2011

Berharap Solusi dari Kota Baru



Sejumlah persoalan masih mengadang

OLEH ANUGERAH PERKASA
Wartawan Bisnis Indonesia

Bagaimana pembangunan kota baru dapat mengurangi persoalan , perkotaan dan meminimalisasi angka defisit perumahan? Dalam buku berjudul Sejarah Penataan Ruang Indonesia, Suyono menuliskan kota baru yang dibangun di Indonesia adalah tempat untuk mengatasi sejumlah masalah perkotaan seperti lalu lintas, perumahan kumuh, pencemaran lingkungan, dan pedagang kaki lima. Menurut dia, kota baru harus lebih menarik daripada kota induk agar menarik orang bekerja di sana. Pembangunan kota jenis ini dimulai di Inggris pada abad ke-19 di mana terjadi pembangunan kota di sekitaribu kota negara itu, London.
.
Hal inilah yang kemudian ditiru banyak negara, termasuk di Indonesia. Suyono mengungkapkan contoh pembangunan kota baru adalah Kebayoran Baru, di mana direncanakan membangun sejumlah fasilitas seperti perbelanjaan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan taman terbuka hijau. "Sayangnya rencana itu tidak sepenuhnya dilaksanakan. Banyak taman terbuka hijau yang diubah menjadi area perkantoran, perumahan, dan perbelanjaan. Sejak 1980-an banyak rumah yang diubah fungsinya menjadi kantor," tutur Suyono.
.
Saat ini, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa mendefinisikan konsep kota baru adalah sebuah kawasan siap bangun yang lahannya bisa dari pengembang ataupun pemerintah daerah. Kawasan itu dapat digunakan untuk pembangunan hunian masyarakat ataupun menjadi sentra ekonomi dan pendidikan baru. Pemerintah sendiri menargetkan pembangunan kota baru yang terbentang di 10 provinsi.
Ke-10 provinsi yakni Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
.
Namun, Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso mengatakan implementasi proyek kota baru masih menunggu kebijakan teknis dari pemerintah untuk memberikan dukungan regulasi secara khusus bagi proyek tersebut. "REI menganggap proyek ini sangat strategis karena juga ada misi untuk mendukung program pemerintah dalam pengembangan konsep kawasan kota baru berbasis ekonomi. Kami terus berkoordinasi dengan para pengembang untuk mendukung proyek tersebut," katanya beberapa waktu lalu.
REI mencatat calon kota baru yang siap dikembangkan itu yakni Maja di Provinsi Banten. Gresik di Jawa Timur, dan di Sulawesi Selatan mencakup Makassar, Maros, dan Gowa.
Selain itu, tujuh proyek kota baru yang terletak di Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, masih dalam lahap penjajakan dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah di lokasi proyek tersebut.

Peluang Investasi
.
Kementerian Perumahan Rakyat menilai kebutuhan rumah bagi masyarakat di kota-kota besar saat ini memang cukup besar sehingga membuka adanya peluang investasi di sektor perumahan yang bisa disinergikan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan pengembang. "Sudah saatnya pemda dan pengembang menjemput bola terkait pemenuhan perumahan bagi masyarakat. Sebab, rumah di Jakarta sudah sangat padat dan perlu dikembangkan ke daerah-daerah," tutur Suharso.
.
Selain itu, pemerintah pusat pun terus mengajak sejumlah negara untuk membangun kota baru. China adalah salah satu negara yang telah menandatangani perjanjian kerja sama untuk Kota Baru Maja, Banten. Selain itu, Kemenpera juga mengajak Singapura berinvestasi dalam pembangunan kota tersebut.
Saat ini, papar Suharso, pemerintah sedang mengembangkan Kota Maja sebagai sodetan atas lokasi perumahan baru bagi masyarakat di Jakarta. Kota yang berada di tiga daerah yakni Kabupaten Tangerang, Pandeglang, dan Bogor ini diharapkanbisa menjadi kota baru sehingga bisa mengurangi mobilitas warga di Ibu Kota. Untuk itu, pemerintah akan segera membangun infrastruktur kota seperti jalan dan rel kereta api sebagai jalur transportasi masyarakat.
.
Namun, upaya pendanaan asing untuk pembangunan kota baru mendapatkan kritik keras dari peneliti tata kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar. Dia mengatakan skema kemitraan pemerintah dengan swasta atau public private partnership (PPP) juga perlu dikaji ulang kebutuhannya, karena pola itu berbeda sama sekali dengan pendanaan bersama.
.
Menurut Jehansyah, PPP yang diklaim di Indonesia itu berbeda sekali dengan praktik kemitraan pemerintah dengan swasta di negara maju. " Yang dikatakan PPP di Indonesia itu sebenarnya adalah privatisasi. Di negara-negara maju, skema PPP dikembangkan pada pelayanan publik di mana pemerintah sudah mampu mencapai tingkat pelayanan yang baik dan menjangkau seluruh warga," ujarnya. Jehansyah menjelaskan untuk mendukung pembangunan kota baru diperlukan pula suatu penyiapan kelembagaan dan organisasi publik yang kuat serta memiliki kapasitas yang memadai.
.
Aset publik
.
Pasalnya, pembangunan kota-kota baru itu bukan hanya soal konstruksi fisik danbisnis properti yang cukup dijalankan oleh sebuah organisasi proyek fisik. "Di atas itu semua, yang terpenting adalah soal pengelolaan aset publik yang membutuhkan landasan sistem kelembagaan, sistem perencanaan, sistem manajemen dan pembiayaan, serta sistem peraturan yang kuat. Di berbagai negara, disusun New Town Development Law untuk menjamin pelaksanaan pembangunan kota-kota baru berlangsung seperti yang diarahkan," papar Jehansyah.
.
Menurut dia, Indonesia harus belajar sistem kelembagaan dari berbagai negara tetangga seperti kelembagaan Korea Land and Housing Corporation (KLHC) yang sedang membangun Kota Baru Sejong. Inilah kota masa depan di Korea Selatan yang terletak di antara Seoul dan Busan. Selain itu, Kuala Lumpur City Center Authority, Perbadanan Kemajuan Negeri Selangor, Perbadanan Putrajaya, dan Iskandar Development Authority yang di antaranya adalah lembaga-lembaga dan sistem yang dikembangkan di Malaysia.
.
Optimisme untuk mengatasi persoalan perkotaan dengan kota baru, tentunya menjadi keharusan bagi seluruh pihak terkait. Namun, melihat sejarah pembangunan kota di Tanah Air yang kian tak konsisten, apakah pembangunan kota baru akan menjawab segala persoalan itu atau justru mengalami masalah serupa dengan inkonsistensi? Kita lihat saja nanti. (anugerah.perkasa@bisnis.co.id)

http://bataviase.co.id/node/725885