Selasa, 14 November 2023

Pembangunan IKN Menuai Kontroversi Lagi

Kritik pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) oleh Prof. Emil Salim baru-baru ini menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Kritik Prof Emil Salim bukan lagi soal urgensi pemindahan IKN dalam situasi negara saat ini, melainkan juga sudah menggugat kembali alasan-alasan pentingnya pembangunan IKN di Kalimantan. Kini wacana pemindahan IKN sudah bercampur baur antara alasan-alasan pentingnya pembangunan IKN di Kalimantan dengan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah.

Menurut saya ini adalah dua hal yang berbeda. Alasan pemindahan IKN sudah panjang lebar diperdebatkan. Intinya, pemindahan IKN ke Kalimantan adalah skenario ambisius bangsa Indonesia yang menunjukkan keberanian dan kemampuannya untuk membangun kota-kota baru sekaligus menetapkan episentrum baru wilayah nusantara. Sedangkan alasan-alasan pesimis dan kebetahan berbagai kalangan dalam melihat Jakarta yang tunggang langgang memikul beban kota yang bertumpuk-tumpuk, pulau Jawa yang sangat padat penduduknya dan krisis lingkungan di berbagai penjurunya, dan mereka belum melihat suatu urgensi pindah IKN, biarlah terus dipelihara oleh mereka yang hanya ingin berkomentar dan menonton saja.

Perdebatan soal alasan-alasan pentingnya pembangunan IKN di Kalimantan segeralah kita sudahi saja. Secara politik, presiden SBY dahulu hingga tahun 2014 masih terlalu banyak menimbang-nimbang, sedangkan Jokowi berani bertindak. Indonesia maju hanya kalau dipimpin pemerintah yang berani. Sekarang mari fokuskan perhatian pada pelaksanaan pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah sejak tahun 2015. Dalam hal ini proyek-proyek yang dijalankan Bappenas, Kementerian ATR, Kementerian PUPR dan lembaga lainnya.

Menurut saya langkah-langkah pelaksanaan yang dijalankan pemerintah, terutama oleh Bappenas dan PUPR hari-hari ini sangatlah bermasalah. Mulai dari sayembara desain hingga pelaksanaan proyek-proyek konstruksi terkait. Di antaranya adalah kurang mampu merespon situasi keuangan negara dan perekonomian yang cukup memprihatinkan saat ini.

Persoalan lain yang bermasalah juga adalah pemerintah tidak mampu menjalankan suatu perencanaan pembangunan jangka panjang yang sistematis. Sudah banyak masukan bahwa pembangunan IKN itu adalah program jangka panjang yang bisa makan waktu 20 tahun dan paling cepat 10 tahun. Namun pemerintah abai saja. Disangkanya IKN bisa pindah ketika sederet proyek jalan-jalan dan gedung-gedung sudah selesai. Dipikirnya pembangunan kota itu identik dengan kumulasi pembangunan infrastruktur fisik semata. Kini pemerintah tanpa roadmap pembangunan kota yang jelas, mengatakan Ibu Kota Negara pindah tahun 2024. Sungguh diragukan dan berpotensi jadi kebohongan baru.

Masih banyak lagi langkah-langkah pemerintah yang hanya melanjutkan kebiasaan kementerian main-main proyek dan bukannya membangun urban development delivery system yang baik. Misalnya saja, pemerintah tidak bisa membedakan antara Badan Pembangunan IKN yang menjalankan proses perencanaan dan pembangunan yang panjang serta membutuhkan Undang-undang tersendiri, dan Badan Otorita DKI yang menjalankan DKI sejak DKI diresmikan Pemerintah dan DPR berdasarkan Undang-undang Daerah Khusus Ibukota yang ditetapkan. Ketidakpahaman ini akhirnya membuat pelaksanaan pembangunan dijalankan secara ugal-ugalan. Proses pembangunan dilepas begitu saja sebagai daftar panjang proyek-proyek konstruksi semata.

Tidak mengherankan jika kemudian bukan hanya kritik yang dituai pemerintah. Namun muncul persangkaan yang tidak-tidak di balik semua langkah itu. Mulai dari rencana kotor RR China mau menguasai Indonesia, rencana menjauhkan IKN dari umat Islam, permainan proyek-proyek konstruksi bernilai jumbo, dan sebagainya. Wah, wah, wah…. tahapahapa sajalah yang dibahas. Tapi sekali lagi, semua kontroversi itu bukan karena gagasan pembangunan IKN di Kalimantan, tapi karena cara-cara instansi pemerintah menjalankannya.

Gagasan IKN telah dibajak pemerintahan yang suka main-main proyek, suka menciptakan ruang-ruang transaksional, dan malas membangun sistem pembangunan kota yang terencana dengan baik. Terutama ketika ditangani oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti Bappenas dan Kementerian PUPR.

MJS - Dosen SAPPK ITB
30 Oktober 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar